Pages

Rabu, 11 September 2013

My bad Guy (part 2)

      Aku melangkah gontai menuju asrama dinas yang memang disiapkan untuk pegawai di dinas budaya dan pariwisata kota ini yang berasal dari luar kota. Rasanya tubuh ini tak sanggup lagi untuk berjalan. Telapak kaki ini sudah sangat lemas untuk melangkah. Meski aku baru masuk, aku sudah dihidangkan dengan tugas yang seabrek yang membuatku harus mengerahkan seluruh kemampuan pikiran dan otakku. Bahkan aku tadi tidak sempat untuk makan siang karena terlalu asik mengerjakan tugas-tugas itu. Saat aku hampir sampai di depan pagar khas Bali asrama ini, aku melihat sosoknya. Jantungku kembali berdetak tidak normal dan kakiku yang lemas semakin dibuat tidak berdaya karena kehadirannya. Namun hasrat hati yang ingin menyapanya mengahdirkan kekuatan baru yang dapat menghilangkan lemas di kakiku.
             "Vinoo" Panggilku sedikit berteriak. Yang ku panggil menoleh sambil menatapku cuek tanpa ekspresi. Aku menghela nafas setidaknya mengurangi degupan hebat di dadaku.
           "Kamu tinggal di sini juga ya ?" Tanyaku dengan ramah masih dengan degup jantung yang berusaha aku tutupi.
           " Iya. Lo di sini juga ? sebelah mana ?" Jawab Vino masih dengan ekspresi datar yang sama.
Aku tersenyum lembut padanya. Dan menunjuk ke arah dimana kamarku.
           "Ohh." Hanya kata itu yang keluar dari bibir Vino. Kemudian dengan cueknya Vino kembali berjalan menuju arah yang ditunjuk olehku. Aku heran. Kenapa orang ini berjalan ke arah kamarku. Namun aku hanya diam dan mengikutinya berusaha menyeimbangi langkahnya.
         "Kamar gue juga arah situ." Ujar Vino singkat. Aku  mengangguk sambil membentuk bibir bulat. . Padahal tadi aku sempat geer berharap Vino diam-diam ingin mengantarku.
        "Ini kamar lo kan ? itu kamar gue." Ujar Vino sambil menunjuk pintu tepat di seberang pintu kamarku. Aku senang karena aku bisa betetanggaan kamar dengan Vino. Setidaknya ada orang yang aku kenal di sini jika ada sesuatu yang aku ingin minta tolong.
Setelah mengatakan itu, Vino berbalik ke arah kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku hanya mampu memandangai punggungnya yang dari dulu hanya punggung itu yang sanggup aku tatap dengan jelas. Karena selebihnya, aku tidak berani menatapnya. Aku melihat lengannya yang ternyata tato ditangannya bertambah lagi. Dan telinganya yang bertindik itu, semakin membuat aku merinding. Kenapa aku bisa menyukai orang seperti dia ? Bahkan berjanji untuk mengejarnya jika bertemu dengannya satu kali lagi. Aku juga tidak pernah benar-benar mengerti. Aku selalu berusaha untuk melupakannya, tapi yang terjadi aku terus merindukannya. Cinta sudah melumpuhkan segala logikaku. Bahkan ketika orang lain melihat dia begitu buruk dengan dandanan yang urak-urakan, aku melihat dia sangat keren dengan dandanannya yang urak-urakan. Entah kenapa hatiku terus yakin dibalik gayanya yang seperti preman pasar itu ada kehangatan yang sebenarnya di sembunyikannya. Ada luka yang berusaha dia tutupi yang ingin dihapusnya lewat gayanya itu.

                                                               *************
         "Geg, mau makan geg ? ayo kita makan sama-sama. kerjaannya nanti saja diteruskan geg." Ujar Made    kepadaku dari meja kerjanya. Aku menoleh pada Made, dan menggelengkan kepala. Made sedikit cemberut.
    " Entar saya makan deh bli. Tapi nanti kalo ini udah selesai. bentar lagi juga selesai kok bli." Ujarku mengucapkan kata yang kuharap bisa membuat Made sedikit tersenyum.
Made menghela nafas. "Baiklah geg, tapi benar ya setelah ini geg makan. dari kemarin geg tidak makan siang." Made berbicara masih dengan muka cemberut tapi kali ini pasrah. Aku mengangguk dan mengacungkan jempol tanganku sambil tersenyum lebar padanya. Made balas mengacungkan jempol sambil tersenyum dan kemudian beranjak dari mejanya. Aku pandangi Made sampai dia benar-benar keluar dari ruangan. Dan aku melanjutkan kesibukanku dengan komputer yang ada dihadapanku sambil sebelumnya melirik ke arah sebelah kananku, yang ternyata pemilik meja sebelah kananku juga belum beranjak pergi. Mungkin dia masih banyak kerjaan, sama sepertiku.
       "eh, lo dari kemarin nggak makan siang ya ?" Tiba-tiba pemilik meja di sebelah kananku berbicara.
Aku menoleh. gugup. Tapi aku berusaha menutupinya. '
     " hmm,, iya. Tapi udah biasa kok telat makannya. Kamu nggak makan Vino ?" Ujarku sambil terus menahan debaran jantungku yang berdetak diatas normal.
       "Nggak. masih banyak kerjaan. Entar aja. Lo udah mau selesai ? Entar gue bareng lo aja makannya." Ujar Vino yang sibuk dengan komputer dihadapannya. Meskipun dia bicara tanpa memandangku sedikitpun, tapi kata-katanya barusan, sudah berhasil membuat seluruh tubuhku bergetar. Apa yang ingin aku kerjakan terlupakan semua. Bahkan otakku tak sanggup mencerna apa yang ingin aku kerjakan dengan komputer dihadapanku. Aku hanya diam sambil memandang komputer. Sambil bergumam dalam hati. "Ini bukan mimpi kan ??" 


       Akhirnya pekerjaanku selesai juga setelah bersusah payah mengingat apa yang aku pikirkan untuk pekerjaanku karena kata-kata Vino. Aku rebahkan tanganku sambil memandangi hasil pekerjaanku. Rasanya lelah sekali. Terlebih cacing diperutku terus meronta ronta meminta di kasih makan. Ku save file yang sudah aku kerjakan dan aku mengklik icon shut down pada komputerku. Aku menoleh ke arah sebelahku. Vino masih sibuk dengan pekerjaannya. Sepertinya dia belum selesai. Aku beranikan diri untuk memanggilnya.
    "Vino... masih banyak ya kerjaan kamu ? Ada yang bisa dibantu nggak ? Kebeneran aku udah ngerjain kerjaan aku." Ujarku gugup. Vino menoleh padaku.
    "Nggak usah. Lo udah kan ? Makan aja yok. Laper gue. Gue lagi nggak pengen makan sendirian." Vino berkata dengan kecuekannya. Kalau aja dia bukan lelaki yang aku sukai, sudah aku jitak itu kepalanya.
    "Oke oke" Akhirnya aku bisa mengeluarkan kata-kata singkat tanpa ekpresi seperti apa yang sering dia lakukan. Aku beranjak dari tempat dudukku dibarengi dengan Vino yang juga beranjak dari tempat duduknya. Aku dan Vino berjalan sejajar tanpa satu kata pun.


     Selama berjalan menuju rumah makan terdekat, kami hanya diam dan sesekali saling menoleh. Namun tanpa sepatah katapun. Aku sangat benci dengan suasana seperti ini. Dan akhirnya aku memberanikan diri untuk mencairkan suasana yang seperti batu es ini, kaku dan dingin.
      "eh Vino, gimana perasaan kamu di sini ? nggak kangen sama jakarta ?" ujarku berusaha berbicara seringan mungkin.
      "Di sini lebih tenang, lebih damai, dan lebih membuat nyaman. Kenapa gue harus kangen sama Jakarta ? Nggak ada alasannya kan buat kangen sama kota yang banyak polusi, bising, dan nggak ada lagi alam yang indah yang bisa diliat." Vino berbicara sambil melihat lurus kepadaku. Aku diam. Mencari ide untuk membuat suasana lebih mencair lagi.
    "Iya sih. Tapi keluarga lo ? lo nggak kangen ?" Ujarku hati-hati. Dia menoleh lagi padaku, meneliti apa yang sedang ada dipikiranku, dan akhirnya dia angkat bicara.
    "Nyokap bokap gue disini. Paling cuma kangen sama nenek kakek gue di jakarta." Ujar Vino kali ini dengan ekspresi menerawang. Aku mengangguk mengerti. "Gue males liat jakarta. Banyak banget lukanya." Vino meneruskan kata-katanya.
    "Luka ?" Tanyaku penasaran padanya. Vino langsung memindahkan pandangannya dari pandanganku. Dia  terlihat seperti seseorang yang sedang menyembunyikan sesuatu.
   "Lupakan" Ujar Vino akhirnya. Aku diam. Dan kemudian mengangguk sambil tersenyum.
   "Iya deh iya. Kalo kamu entar mau ngasih tau aku, kamu harus langsung bilang ya sama aku." Ujarku sambil memukul lembut lengannya. Vino menoleh, kemudian memegang lengannya yang baru aku pukul tadi sambil mengangguk tersenyum. Aku hampir saja meleleh karena melihat senyumannya untuk pertama kalinya. Manis sekali, dan tetep cool tapi sangat tulus. Suasana menjadi mencair. Kami terus mengobrol sepanjang perjalanan ke rumah makan, sampai makan, dan sampai kembali lagi ke kantor. Entah apa saja yang kami obrolkan, tapi hari ini aku merasa bahagia sekali. Aku menemukan sosok ramah dan hangat seorang Vino yang mampu menghilangkan segala kelelahan tubuhku yang terforsir akibat banyaknya pekerjaan yang terus datang padaku bertubi-tubi.

*********


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blog Template by BloggerCandy.com